Senin, 01 Desember 2008

musik warisan sufi

Musik Warisan Sufi

(HADHRAH)

Musik Warisan Sufi

Hadhroh atau yang lebih populer dengan musik terbangan ( rebana bahasa jawa ) tak lepas dari sejarah perkembangan dakwah Islam Wali Songo Tak ada yang tahu kapan Hadhroh datang di bumi Nusantara ini. Namun Hadhroh atau yang lebih populer dengan musik terbangan (rebana bahasa jawa) tersebut tak lepas dari sejarah perkembangan dakwah Islam Wali Songo. Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudah konprensi besar para wali, di serambi Masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana menurut irama seni arab. Penggunaan rebana tersebut diadopsi oleh Wali Songo dengan kebiasaan di daerah asal Wali Songo tersebut (Hadrolmaut) yang dijadikan media berdakwah.

Menurut keterangan dari ulama besar Palembang yaitu Al’Alimul ’Alamah Al’Arifbillah Al Habib Umar Bin Thoha Bin Shahab, adalah Al Imam Ahmad Al Muhajir (kakek dari Wali Songo kecuali sunan kalijogo), waktuhijrah ke Yaman (Hadrolmaut) maka beliau mendapati seorang Darwisy (pengikut thoriqot sufi ) yang sedang asyik memainkan Hadhroh (rebana) serta mengucapkan syair pujian kepada Alloh dan Rosul-Nya, sehingga bersahabatlah sang Imam dengan Darwisy tersebut ”. Sejak itu apabila Imam Muhajir mengadakan majelis maka disertakan darwisy tersebut, hingga sekarang keturunan dari Imam Muhajir tetap menggunakan Hadhroh disaat mengadakan suatu majelis.

Saat ini Hadhroh telah berkembang dengan pesatnya sebagai musik pengiring Maulid Nabi SAW serta acara – acara keagamaan lainnya seperti haul, isro mi’roj dan sebagainya. Dan kini banyak bermunculan grup-grup Hadhroh.

Makna Hadhroh dari segi bahasa diambil dari kalimat bahasa Arab yakni hadhoro atau yuhdhiru atau hadhron atau hadhrotan yang berarti kehadiran.

Tetapi di dalam istilah kebanyakan, Hadhroh diartikan sebagai irama yang dihasilkan oleh bunyi rebana. Dari segi istilah atau definisi, Hadhroh menurut tasawuf adalah suatu metode yang bermanfaat untuk membuka jalan masuk ke ‘hati’, karena orang yang melakukan hadhrah dengan benar terangkat kesadarannya akan kehadiran Allah yang senantiasa hadir.

Pada asalnya Hadhroh ini merupakan kegiatan para sufi yang biasanya melibatkan seruan atas sifat – sifat Allah yang Maha Hidup (Al-Hayyu), dapat dilakukan sambil berdiri, berirama dan bergoyang dalam kelompok- kelompok.

Sebagian kelompok berdiri melingkar, sebagian berdiri dalam barisan, dan sebagian duduk berbaris atau melingkar, pria di satu kelompok, dan wanita di kelompok lain yang terpisah. Kebanyakan tarekat sufi mempraktikkan dzikrullah dengan berirama atau menyanyi, dengan sekali-sekali menggunakan instrumen musik, terutama genderang.

Musik telah memasuki praktik tarekat sufi secara sangat terbatas, dan sering untuk jangka waktu sementara di bawah tuntunan seorang syekh sufi. Di anak-benua India, kaum sufi mendapatkan bahwa orang Hindu sangat menyukai musik, sehingga mereka pun menggunakan musik untuk membawa mereka ke jalan kesadaran-diri, dzikrullah dan kebebasan yang menggembirakan.

Maka walaupun peralatan musik digunakan untuk maksud dan tujuan itu, namun pada umumnya mereka dianggap sebagai penghalang yang tak perlu. Kebanyakan bait- bait yang dinyanyikan adalah mengenai jalan rohani dan tak ada hubungannya dengan nyanyian biasa. Sering merupakan gambaran tentang bagaimana membebaskan diri dari belenggunya diri dan bagaimana agar terbangun. Jadi, nyanyian dan tarian sufi merupakan bagian dari praktik menumpahkan kecemasan duniawi dan menimbulkan kepekaan dalam diri dengan cara sama (mendengar).

Dalam konteks sufi, segala sesuatu yang berhubungan dengan musik atau nyanyian dimaksudkan untuk peningkatan rohani dan penyucian-diri. Musik tidak dilakukan demi hiburan sebagaimana musik biasa yang ritmis dan menggairahkan secara fisik. Tarian itu adalah untuk Allah, bukan untuk orang lain.

Musik adalah alat, dan bila dipegang oleh orang yang tahu bagaimana menggunakannya, akan bermanfaat untuk tujuan yang diniatkan. Sebaliknya ia bisa lepas kendali dan menyebabkan kerusakan. Kesimpulannya hadhroh itu merupakan kegiatan atau praktik membuka jalan masuknya hidayah Allah ke dalam hati dengan jalan mandengarkan syair – syair religius atau keagamaan dengan diiringi alunan irama – irama yang di hasilkan oleh instrumen alat-alat musik terutama rebana.

Hadhroh dan Syariat Islam.

Hadroh di dalam pandangan syariat agama masih menjadi perdebatan. Tak sedikit yang mendiskriditkan atau memojokkan hadhroh sebagai suatu hal yang diharamkan sehingga orang yang melakukannya dianggap melakukan kemusyrikan. Namun sebagian besar mengatakan bahwa musik ini tidak menyimpang dari syariat.

Hadits dari A'isyah ra menyebutkan’ Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: ... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda, “Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini. (HR. Bukhari).

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “ Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara(lagu) pada saat pernikahan.” (Hadits shahih riwayat Ahmad).

Adapun pernikahan, disyariatkan di dalamnya untuk membunyikan alat musik rebana disertai nyanyian yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan suatu pernikahan, yang di dalamnya tidak ada seruan maupun pujian untuk sesuatu yang diharamkan. Khusus bagi kaum wanita untuk mengumumkan pernikahan agar dapat dibedakan dengan perbuatan zina, sebagaimana yang dibenarkan dalam hadits shahih Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Namun genderang dilarang membunyikannya dalam sebuah pernikahan, cukup dengan memukul rebana saja.

Ada satu jenis alat musik yang diterangkan kebolehannya secara jelas, yaitu rebana (Arab : duff atau ghirbal), sesuai sabda Nabi SAW : “Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” (HR. Ibnu Majah) (al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ Ala al-Madzahib al-Arba’ah, II/52).

Selain rebana, ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. Pendapat Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if (lemah).

Tapi ada beberapa ahli hadits yang memandang hadits-hadits itu shahih. Seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, An-Nawawi dalam Al-Irsyad, Ibnu Katsir dalam Ikhtishar ‘Ulumul Hadits, Ibnu Hajar dalam Taghliqul Ta’liq, As-Sakhawy dalam Fathul Mughits, Ash-Shan’ani dalam Tanqihul Afkar dan Taudlihul Afkar, juga Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayim dan masih banyak lagi. Tetapi Al-Albani lebih setuju pendapat Ibnu Hazm dalam Al-Muhallamunqathi’ (terputus sanadnya) (Nashiruddin al-Albani, Dha’if al-Adab al-Mufrad, hal. 14-16).Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla (VI/59) berkata : “Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57).

Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum asalnya, sesuai kaidah fiqih : Al-ashlu fi al-asy-yaa` al-ibahah maa lam yarid dalilu at-tahrim [Hukum asal benda adalah boleh selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya].

Maka jika ada dalil syar'i tertentu yang mengharamkan, pada saat itu suatu alat musik hukumnya haram dimainkan. Misalnya :

(1). Jika suatu alat musik diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban, hukumnya haram. Sebab kaidah fiqih menetapkan : al-wasilah ila al-haram haram [Segala sesuatu perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram juga]. Misalnya saja alat musik yang dimainkan mengakibatkan ikhtilath (campur baur pria wanita) atau dilalaikannya shalat wajib.

(2). Jika suatu alat musik digunakan untuk mengiringi lagu yang syairnya bertentangan dengan Islam, hukumnya haram. Karena itu syair yang dinyanyikan wajib syair Islami atau yang dibolehkan Islam. Jika suatu alat musik digunakan mengiringi lagu yang syairnya tidak dibolehkan Islam, misalnya menyerukan nasionalisme, hukumnya haram.

(3) Jika suatu alat musik digunakan secara khusus oleh orang kafir dalam upacara keagamaan mereka, hukumnya haram. Sebab haram hukumnya muslim menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil-kuffar), sesuai hadits Nabi SAW, "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka." (HR. Abu Dawud).

Pendapat Ulama

Ulama-ulama Islam masa kini tidak ketinggalan menyumbangkan pandangan-pandangan mereka terhadap hukum musik. Dan mereka terbagi kepada dua golongan, yaitu golongan yang mewajibkan dan golongan yang mengharamkan. Mereka yang mengharamkan berpegang kepada nash-nash Al-Quran dan sunnah serta ‘illah yang disebut oleh ulama-ulama terdahulu. Cuma ada juga khilaf di kalangan mereka tentang alat-alat yang diharuskan. Ada juga yang mengkhususkan kepada duf saja. Mereka berikhtilaf pada keadaan-keadaan dibenarkan memukul duf dan siapakah yang wajib menggunakannya.

Pendapat pertama menyatakan bahwa duf hanya boleh digunakan di dalam upacara-upacara perkahwinan, hari raya, dan suasana-suasana kegembiraan seperti berkhitan. Hanya kaum perempuan saja yang dibenarkan memukul duf. Pendapat ini dikemukakan Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Saleh Fauzan, Syeikh Muhammad bin Saleh Al-‘Usaimin dan Syeikh Nasiruddin Al-Albani. Mereka bersandarkan kepada mazhab Hanbali.

Pendapat kedua, duf boleh digunakan dalam semua keadaan dan boleh dipukul oleh kaum lelaki dan wanita.

Seterusnya ada ulama-ulama yang mengharuskan penggunaan seluruh alat muzik tanpa ada pengecualian, tetapi mereka meletakkan syarat-syarat dan batas-batas penggunaan alat tersebut agar tidak bertentangan dengan hukum Allah SWT. Mereka yang berpendapat demikian antara lain:

1. Dr. Yusuf Al-Qardhawi di dalam kitabnya Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim.

2. Dr Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Al-Mufassal fi Ahkam Al-Mar’ah wa Baitil Muslim juzuk 4 bab 8 iaitu Babul Lahwi wal La’ab.

3. Dr Mohammad Imarah di dalam bukunya Al-Islam wal Funun Al-Jamilah.

4. Dr Kaukab ‘Amir dalam bukunya As-Simaa’ ‘Inda As-Sufiyyah.

Pendapat mereka sama dengan pandangan beberapa ulama terdahulu seperti Ibnu Hazm Al-Andalusi, Ibn Tahir Al-Qaisarani, Abdul Ghani An-Nablusi, Al-Kamal Jaafar Al-Idfawi Asy-Syafie dan Al-Imam Mohd. Asy-Syazili At-Tunisi.

Sebagian dari mereka seperti Al-Qardhawi berpendapat demikian kerana hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik ada sahih ghair sarih (sahih tetapi tidak nyata) ataupun sarih ghair sahih (nyata tetapi tidak sahih). Nash-nash tersebut tidak mampu untuk memutuskan hukum karena hukum harus diputuskan dengan nash yang sahih wa sarih (sahih dan nyata).

Sebahagian yang lain seperti Dr. Abdul Karim Zaidan dan Dr. Kaukab mempunyai pandangan yang sama dengan Al-Ghazali. Mereka menyatakan pengharaman alat-alat yang disebut di dalam nash-nash hadits karena merupakan syiar ahli fasiq dan maksiat. Pada pandangan mereka musik tidak haram dari sudut irama atau bunyinya. Tetapi yang menjadikan haram ialah unsur-unsur eksternal yang lain yaitu alat yang biasa digunakan di dalam majelis-majelis dan tujuan-tujuan yang bertentangan dengan batas syara’. Justru itu alat-alat tersebut tunduk kepada perubahan tempat dan masa. Penggunaan alat-alat ini juga seharusnya disesuaikan dengan lingkungan yang dibenarkan oleh syara’ yaitu:

Niat penggunaan alat-alat tersebut dan pendengar iramanya hendaklah betul berdasarkan kaidah Al-umur Bimaqasidiha.

Tujuan dan suasana digunakan alat-alat tersebut ialah tujuan dan suasana yang baik, mulia dan tidak bertentangan dengan batas-batas syara’.

Dr Kaukab ‘Amir menyatakan: “Pada hakikatnya majelis-majelis maksiat pada hari ini seperti klub-klub malam menggunakan seluruh alat musik yang ada sekarang. Majelis-majelis tersebut tidak lagi menggunakan alat-alat tertentu (seperti zaman dahulu) malah keseluruhan alat digunakan. Sebab itu tidak mungkin kita menghalalkan sebahagian alat (seperti duf dan gendang) dan mengharamkan sebagian yang lain. Bahkan diharuskan kepada individu muslim mendengar irama alat-alat tersebut tetapi harus sesuai dengan adab-adab Islam dan tidak mencoba meniru kelakuan dan perbuatan ahli-ahli fasiq dan maksiat.

Mengutip dari ucapan Imam Ghazali didalam kitab kimiyaayi sa’adat pada bab yang berjudul ‘pembahasan tentang mendengarkan musik (samaa’) dan penjelasan tentang apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang. ‘Ketahuilah bahwa Tuhan, yang mahaagung, memiliki rahasia dalam hati manusia yang tersembunyi sebagaimana api dalam besi. Seperti rahasia api yang mewujud dan tampak ketika besi dipukul dengan batu, maka dengan mendengarkan musik yang menyenangkan dan harmonis menyebabkan esensi (hati) manusia bergerak serta mewujudkan sesuatu dalam diri tanpa disadarinya. Alasan untuk ini adalah adanya hubungan antara esensi hati (nurani) manusia dengan dunia transeden (alam arwah), yang disebut alam ruh (arwah). Dunia transeden adalah dunia kecantikan dan keindahan, sedangkan sumber kecantikan dan keindahan adalah keselarasan(tanaasub). Semua yang selaras mewujudkan keindahan didunia karena seluruh kecantikan, keindahan, dan keselarasan yang dapat diamati di dunia ini adalah pantulan kecantikan dan keindahan dunia tersebut (alam arwah). Karena itu, nyanyian yang menyenangkan dan harmonis mempunyai kemiripan tertentu dengan keajaiban dunia tersebut (alam arwah), dan kerenanya timbullah kesadaran dalam hati, dan juga gerakan (harakat) serta gairah, dan sangat mungkin diri manusia sendiri tidak mengetahuinya. Maka inilah kebenaran bagi hati manusia, yang sederhana, yang bebas dari berbagai cinta dan gairah yang dapat mempengaruhinya. Namun, apabila tidak bebas dari hal-hal itu, dan ia terisi sesuatu, maka sesuatu itu akan bergerak dan berpengaruh sebagaimana api yang kian berkobar. Mendengarkan musik (samaa’) penting bagi seseorang yang hatinya dikuasai oleh cinta kepada Tuhan, supaya api asmara kian berkobar; namun bagi yang hatinya dipenuhi kecintaan kepada yang fana (hubbu dunya) , mendengarkan musik merupakan racun yang mematikan, dan karenanya haram baginya.

Diperkenalkan Rumi

Hadhroh pertama kali diperkenalkan oleh seorang tokoh sufi yang hingga kini karya-karyanya banyak diperbincangkan pakar pakar dan sarjana- sarjana, baik dari timur maupun barat.

Tokoh sufi itu ialah Jalaluddin Rumi Muhammad bin Muhammad Al-Balkhi Al-Qunuwi. Ia kerap dipanggil sebagai Rumi, karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).

Jalaluddin dilahirkan di Balkh , Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207.

Saat usianya baru menginjak 5 tahun ia pernah diramal oleh Fariduddin Attar, salah satu tokoh sufi. Dalam ramalannya dia menyebutkan bila Rumi akan menjadi tokoh spiritual yang besar. Sejarah kemudian mencatat bahwa ramalan Fariduddin itu tidak meleset.

Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, Ayah dari Rumi adalah seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Karena sangat berkharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama (raja ulama). Namun karena gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain, maka merekapun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Dan celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh bersama keluarganya. Saat itu Rumi baru beruisa lima tahun, dan sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran Timur Laut). Dari Sinabur mereka pindah ke Baghdad , Makkah, Malattya (Turki), Laranda ( Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya , Turki. Karena penguasaan ilmu agama yang baik maka ayah dari Rumi pun diangkat sebagai penasihat oleh Raja Konya Alauddin Kaiqubad. Selain itu ia juga diangkat sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota itu pula ayah Rumi wafat saat Rumi berusia 24 tahun.

Rumi yang sejak kecil menimba ilmu agama kepada ayahnya juga belajar dan berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq At-Turmudzi, yang merupakan sahabat dan pengganti ayahnya dalam memimpin perguruan. Selain itu Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya tersebut. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar pada perguruan tersebut.

Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya . Dengan pengetahuan agamanya yang sudah cukup luas, disamping sebagai guru, ia juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu di Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia.

Kesufian dan kepenyairannya dimulai saat ia berusia 48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang mempunyai murid sebanyak 4.000 orang. Sebagaimana layaknya seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan menjadi tumpuan ummat untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin/Syamsi Tabriz.

Suatu saat, ketika Rumi mengajar seperti biasanya, di hadapan khalayak dan banyak bertanya sesuatu kepadanya, tiba dia mendapati seorang lelaki asing, yakni Syamsi Tabriz yang ikut bertanya. Pertanyaannya adalah, Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?

Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi sangat terkesima lantaran sangat jitu dan tepat pada sasarannya. Akibatnya, ia tidak mampu menjawab.

Selanjutnya, Rumi pun berkenalan dengan Tabriz . Setelah bergaul beberapa saat, ia mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi. Ia berbincang-bincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan Tabriz . Mereka betah tinggal di dalam kamar hingga berhari-hari. Sultan Walad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz , guru besar itu melihat kandungan ilmu yang tiada taranya. ‘Rumi benar-benar tunduk kepada guru barunya itu. Di matanya, Tabriz benar-benar sempurna’

Celakanya, Rumi kemudian lalai dengan tugas mengajarnya sehingga banyak muridnya yang protes. Mereka menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena takut terjadi fitnah dan takut atas keselamatan dirinya, Tabriz lantas secara diam-diam meninggalkan Konya . Bak remaja ditinggalkan kekasihnya, kepergian Tabriz itu menjadikan Rumi dirundung duka. Ia hanya mengurung diri di dalam rumah dan juga tidak bersedia mengajar. Mendengar kabar tersebut Tabriz mengirim surat dan menegur Rumi.

Karena merasakan menemukan gurunya kembali, maka gairah Rumi bangkit kembali. Dan ia mulai mengajar lagi. Beberapa saat kemudian ia mengutus putranya, Sultan Walad untuk mencari Tabriz di Damaskus. Lewat putranya tadi, Rumi ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas tindakan murid-muridnya itu dan menjamin keselamatan gurunya bila berkenan kembali ke Konya . Demi mengabulkan permintaan Rumi, Tabriz kembali ke Konya . Dan mulailah Rumi berasyik-asyik kembali dengan Tabriz . Lambat-laun para muridnya merasakan diabaikan kembali, dan mereka mulai menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz . Lagi-lagi sufi pengelana itu, secara diam-diam meninggalkan Rumi, lantaran takut terjadi fitnah.

Walau Rumi ikut mencari hingga ke Damaskus, tetapi Tabriz tidak kembali lagi. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair- syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divani Syamsi Tabriz . Ia bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalati Syams Tabriz .

Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa hidupnya menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi-i. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.

Karya tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa, merupakan himpunan ceramahnya tentang tasawuf), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya). Bersama Syekh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarekat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (Para Darwisy yang Berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.

Diusia 68 tahun Rumi pada akhirnya wafat tepatnya Pada 5 Jumadil Akhir 672 H.

Sebelum meninggal ia mengalami sakit keras. Melihat kondisi Rumi, Penduduk Konya dilanda kecemasan. Meski demikian, pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya.

Seorang sahabatnya yang datang menjenguk dan mendo’akannya, ‘Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan’. Rumi sempat menyahut, ‘Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit.’ Sebab akhirnya semua manusia akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan kepergian seseorang yang dihormati.

(M Ali Imron,WWW.MAJALAH DZIKIR.COM)

etika&tatacara membaca maulid shimtuddurar

Etika dan Tatacara Membaca Maulid Simthudduror

(Karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi)

Judul:

Etika dan Tatacara Membaca Simthudduror

Penyusun:

Gus Luqman Jekulo[1]

Tim Kreatif:

Muhammad Sholeh Ilham[2]

Muhammad Halabi Hamdi[3]

Penerbit:

-------------

Distributor:

----------------

Daftar Isi:

Pengantar Penyusun

Bab I : Etika Membaca Maulid al-Habsyi

Bab II : Tatacara Membaca Maulid al-Habsyi

Penutup

Sumber Rujukan

Tentang Penyusun

Pengantar Penyusun

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله القوي سلطانه الواضح برهانه المبسوط فى الوجود كرمه واحسانه

واشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له

شهادة تعرب بها اللسان عما تضمنه الجنان من التصديق بها والاذعان

واشهد ان سيدنا ونبينا وحبيبنا وشفيعنا وقرة اعيننا ومولانا محمدا

العبد الصادق فى قوله وفعله والمبلغ عن الله ما امره بتبليغه لخلقه من فرضه ونفله

عبد ارسله الله للعالمين بشيرا ونذيرا

اللهم صل وسلم باجل الصلوات واجمعها وازكى التحيات واوسعا

على هذا العبد الذي وفى بحق العبودية

وعلى آله وصحبه الذين ارتقوا صهوة المجد بقربه وتفيئوا ظلال الشرف الاصلى بوده وحبه ما عطر الاكوان بنشر ذكر اهم نسيم،

امابعد:

Risalah ini memuat tata cara pelaksanakan maulid simthudduror (majelis maulid al-Habsyi) serta etika yang biasa dilakukan dalam prosesi maulid simthudduror. Keterangan-keterangan dalam risalah ini mengambil dari sebagian petunjuk-petunjuk (dawuh-dawuh) dari cucu penyusun maulid al-Habsyi yakni Habib Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi, sebagian yang lain mengambil keterangan dari saudara Habib Anis yaitu Habib Ahmad bin Alwi bin Ali al-Habsyi yang termaktub dalam kitab maulid al-Habsyi (cetakan tebal) bagian belakang. Selain itu keterangan-keterangan yang dijadikan sebagai sumber refrensi, adalah dengan observasi langsung yaitu dengan cara mengikuti serta memperhatikan tatacara yang biasa dilakukan di majelis-majelis rutinan yang menyelenggarakan maulid al-Habsyi, seperti:

  1. Di Masjid Riyadh Solo setiap malam jum’at legi,
  2. Di Pekalongan (di kanzusshalawat yang di pandu oleh Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya).
  3. Di Majlis pembacaan maulid al-Habsyi[4] oleh KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (guru Ijai) Martapura, Kalimantan Selatan.
  4. Di Sayung Demak, setiap jum’at kliwon[5].
  5. Di Kali tekuk Demak, setiap malam 12 Robi’ul awal.
  6. dan lain-lain.

Jika dalam risalah ini terdapat keterangan-keterangan yang kurang jelas, maka dapat ditanyakan kepada yang ahli dalam bidangnya. Semoga tulisan ini menjadikan kita semua, terutama jam’iyyah-jam’iyyah yang mengadakan maulid al-Habsyi dapat mengambil manfaat sehingga dapat melaksanakan maulid al-Habsyi secara rutin. Akhirnya semoga kita semua mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa shohbihi wa sallam besok di padang mahsyar. Ya Allah, kiranya paduka berkenan menganugrahkan sholawat dan salam kepada kekasih, yang dicintai oleh seluruh jisim, seluruh ruh dan seluruh hati, serta kepada keluarga dan sahabat beliau serta kepada orang yang berhubungan nasab dengan beliau. Dan akhir dari permohonan kami adalah segala puji untuk Allah Sang Penguasa semesta. Ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami.

Luqmanul Hakim,

(Kauman, Jekulo, Kudus)

Bab I

Etika Membaca Maulid al-Habsyi

Berikut ini adalah etika yang baik dilakukan ketika hendak mengadakan pembacaan maulid al-Habsyi:

1. Hendaknya badan, tempat dan pakaian; suci dari hadas dan najis

2. Hendaknya mengenakan pakaian (pecis, baju dan sarung) putih, serta yang baru, jika ada, disertai wewangian, serta menampakkan rasa senang dan gembira

3. Niat yang baik (memperoleh ridho Allah, syafa’at Rosulullah, serta memperoleh barokah dari auliya’ullah), khususnya barokah dari yang mulia Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi

4. Ketika maulid dibaca, hadirin supaya diam dan mendengarkan, serta bersikap tenang anggota badannya; jangan sampai duduk seenaknya, lebih-lebih sambil merokok. Sebab, majlis maulid dihadiri oleh ruh kanjeng Nabi dan arwah orang-orang sholeh (arwahussholihin) serta para malaikat rahmat

5. Membaca maulid simthudduror dengan jelas (tartil) dan tinggi suaranya, dan jika mampu maka dibaca beserta irama lagu.

6. Pada saat berdiri (mahallul qiyam) hendaknya hadirin berdiri dengan memenuhi etika, adab serta sopan santun, dengan hati yang hudhur (mengingat kanjeng Nabi, yakni dengan mengingat-ingat tentang sifat atau prilaku Kanjeng Nabi) serta khusyu’ anggota badannya seraya berdoa atau memohon hajatnya (dunia/akhirat) dengan sirr atau perlahan. Sebab, pada saat berdiri (mahallul qiyam) adalah saat ijabah (waktu dikabulkannya doa)

7. Bagi hadirin, hendaknya mengumandangkan shalawat bersama-sama secara serentak serta meninggikan suara dengan tetap memenuhi kesopanan, dan hendaknya hadirin mengikuti bacaan qori’ secara bersama-sama (kompak) pada saat yang semestinya

8. Hendaknya menyelenggarakan maulid di tempat-tempat yang sepi (jauh dari keramaian), tenang dan hening.

9. Memberikan harum-haruman pada tempat penyelenggaraan maulid, dengan membakar kemenyan arab atau dupa penganten, atau kayu garu atau dengan menebar-nebarkan kembang yang wangi (kembang melati dll) atau memakai minyak wangi yang dioleskan satu persatu kepada hadirin.

10. Jika bergantian membaca maulid, hendaknya mendahulukan arah sebelah kanan (mempersilahkan orang yang berada di sebelah kanan). Jika waktunya tidak mendesak (terbatas) dan tidak udzur (halangan) hendaknya pembacaan maulid dikhatamkan.

Bab II

Tatacara Membaca Maulid al-Habsyi

Berikut ini adalah tatacara membaca Maulid al-Habsyi:

*Pertama:

Ber-istighfar (memohon ampun) terlebih dahulu secara bersama-sama dengan redaksi sebagai berikut;

استغفر الله العظيم لي ولوالدي ولأصحاب الحقوق الواجبة علي ولجميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات

*Ke-dua:

Bertawassul, dengan redaksi yang biasa dibaca oleh yang mulia Habib Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi sebagai berikut:

الفاتحة الى روح سيدنا وحبيبنا وشفيعنا وقرة اعيننا سيدنا رسول الله محمد بن عبد الله صلى الله عليه وسلم، ثم الى ارواح آبائه وإخوانه من الانبياء والمرسلين وازواجه امهات المؤمنين واهل بيته اجمعين وجميع اصحاب رسول الله منهم الانصار ثم المهاجرين وجميع التابعين وتابع التابعين ثم الى روح سيدنا المهاجر الى الله احمد بن عيسى وسيدنا عبيد الله بن احمد بن عيسى ثم الى روح سيدنا الفقيه المقدم محمد بن علي باعلوى وسيدنا عبد الرحمن بن محمد السقاف ثم الى روح سيدنا الحبيب عبد الله بن ابو بكر العيدوس وابنه الحبيب ابو بكر بن عبد الله العدنى والشيخ ابو بكر بن سالم ثم الى روح سيدنا الجد احمد بن محمد الحبشى والحبيب عبد الرحمن بن محمد مولى عرشه الجفرى ثم الى روح سيدنا الحبيب عمر بن عبد الرحمن العطاس والشيخ على بارس ثم الى روح سيدنا الامام الحبيب عبد الله بن علوى الحداد والحبيب حسن بن صالح البحر ثم الى روح الحبيب عبد الله بن حسين بن طاهر ثم الى روح سيدنا الحبيب ابو بكر بن عبد الله بن طالب العطاس ثم الى روح سيدنا وامامنا وشيخنا وقدوتنا الى الله حبيبنا على بن محمد بن حسين الحبشى واصوله وفروعه وتلامذته ومشائخه ووالديه ثم الى ارواح ابناء الحبيب على خصوصا سيدى علوى واخوانه الحبيب عبد الله والحبيب محمد والحبيب احمد والحبابة خديجة وازواجهم والمنتسبين اليهم اجمعين والى روح الحبيب على بن انيس ثم الى ارواح اولياء هذه البلدة خصوصا الى حضرة أمباه عبد الجليل ثم الى ارواح والدينا ووالديكم وامواتنا وامواتكم ومن ضمته تربة جكولا قومان ومن عمر هذا المسجد/المصلى/المكان وعبد اللهَ فيه والمتصدقين عليه والقائمين بحقوقه سابقا ولاحقا ومن جمع الخير فى هذا المكان وحضر معنا، اللهم اغفر لهم وارحمهم وادخل على قبورهم الروحة والريحان والفسحة والامان والمغفرة والرضوان واجعل سكناهم فسيح الجنان مع النبيين والصديقين والشهداء والصالحين ونسئل الله الكريم ان يفتح علينا وعليكم واهلنا واولادنا واخواننا واصحابنا والحاضرين اجمعين فتوح العارفين ويفقّهنا وايكم فى الدين ويهدينا واياهم سواء السبيل وعلّمنا وايهم التأويل ويجعلنا واياكم اجمعين اجمعين علماء اتقياء صلحاء ونجباء وان الله يبارك لنا واياكم فيما رزقتنا ويعافينا ويعفو عنّا ويغفر ذنوبنا ويستر عيوبنا ويكشف كروبنا ويقضى حاجاتنا كلها الدنيوية والاخروية فى انفسنا واهلنا واولادنا واخواننا واصحابنا ومن وصّانا بالدعاء وان الله يشفى مرضانا ويعافى مبتلانا ويملى وعائنا ولا يخيب رجائنا ويرزقنا واياكم اجمعين ارزاقا كثيرة بدون تعب ولا مشقة مع اللطف والعافية والصحة والسلامة والتوفيق والهداية وان الله يحفظنا واياكم من كل اذيّات ومن الدنية ومن البلية وان الله يحفظنا واياكم من شر الاشرار وكيد الفجار وطارق الليل وطارق النهار الا طارقا يطرق بكل خير ويحفظنا واياكم من شر كل حاسد وباغض وعدو ومن شر السحرة واعوانهم ومن شر شياطين الجن والانس ومن كل آفات البر والبحر والجو ويرزقنا السلامة اينما كنا ويعافينا ويعفو عنا وعلى نية ان الله يحفظ المسلمين ويرحم المسلمين ويصلح من فى صلاحه صلاح الاسلام والمسلمين ولا يهلكنا ويهلك من فى هلاكه صلاح الاسلام المسلمين وان الله يجنبنا الفتن والمحن من بلدتنا خاصة ومن بلدان المسلمين عامة ويرزقنا واياكم اجمعين الاطمئنان والامان والرخاء والسعادة وعلى نية ان الله يحفظ الحجاج والمسافرين والغزاة والمجاهدين فى البر والبحر والجو اجمعين ان الله يصحبهم السلامة ويردهم الى اوطانهم سالمين غانمين مجملين بخير الدنيا والدين ويبلغنا واياكم كما بلغهم ياارحم الراحمين ويرزقنا واياكم اجمعين حسن الخاتمة عند الموت مع طول العمر فى طاعة الله ورضاه فى خير ولطف وعافية وسلامة على مانوى به حبيبنا على بن محمد بن حسين الحبشى فى مثل هذه المناسبة والى حضرة النبى محمد صلى الله عليه وسلم الفاتحة

*Ke-tiga:

Membaca kalimat seruan pada hadirin untuk mengumandangkan shalawat atas baginda Nabi Muhammad Saw, dengan redaksi sebagai berikut:

فيا ايها الراجون منه شفاعة صلوا عليه وسلموا تسليما

يا ايها المشتاقون الى رؤية جماله صلوا عليه وسلموا تسليما

يامن يخطب وصاله يقظة ومناما صلوا عليه وسلموا تسليما

*Ke-empat:

Membaca sholawat pembuka dengan ketentuan sebagai berikut:

Jika majlis maulid diadakan malam jum’at hendaknya memakai shighat sholawat sebagai berikut:

يارب صل على محمد – ما لاح فى الافق نور كوكب الى اخره (فى ليلة الجمعة)

Sedangkan jika diadakan pada bulan Rabi’ul Awwal, selain malam jum’at, shighat yang dibaca adalah bentuk (shighat) sholawat pembuka yang kedua dan dilanjutkan dengan shighat ketiga, yakni

يارب صل على محمد – اشرف بدر فى الكون اشرق (الى آخره)

يارب صل على محمد – ما لاح فى الافق لمع بارق (الى آخره)

*Ke-lima:

Membaca qasidah, misalnya:

السلام عليك – زين الانبياء (الى آخره)

*Ke-enam:

Membaca sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an yang berisi tentang keagungan, sifat-sifat kanjeng Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa shohbihi wa sallam seperti yang disebutkan dalam kitab simthudduror cetakan tebal bagian belakang atau dalam kitab Anasyidus shofa[6] (hal.1) atau dalam kitab Ajmalul-qosho’id[7], sebagai berikut:

انا فتحنا (الاية) وما محمد (الاية) لقد جاءكم (الاية) فان تولوا (الاية) ما كان محمد ابا احد (الاية) ياايها النبي انا ارسلناك شاهدا (الاية) وبشر المؤمنين (الاية) والذين آمنوا (الاية) محمد رسول الله (الاية) واذ قال عيسى بن مريم (الاية) ان الله وملائكته يصلون (الاية)

Kemudian dilanjutkan dengan bersama-sama mengumandangkan shalawat sebagai berikut:

اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى آله

*Ke-tujuh:

Dilanjutkan dengan membaca khutbah maulid simthudduror (fashal atau rawi pertama) yakni:

الحمد لله القوي سلطانه الواضح برهانه المبسوط فى الوجود كرمه واحسانه (الخ)

Ketika usai mahallul qiyam, dilanjutkan dengan membaca rawi (narasi):

((وحين برزالخ

*Ke-delapan:

Setiap akhir fashal hadirin serentak membaca:

اللهم صل وسلم اشرف الصلاة والتسليم على سيدنا ونبينا محمد الرئوف الرحيم

Khusus pada akhir fashal setelah mahallul-qiyam, yakni حين برز ) ( و sampai fashal yang terakhir sebelum do’a, bisa memakai dua bacaaan, yaitu:

اللهم صل وسلم افضل الصلاة والتسليم على سيدنا ونبينا محمد الرئوف الرحيم

Atau:

اللهم صل وسلم اشرف الصلاة والتسليم على سيدنا ونبينا محمد الرئوف الرحيم

*Ke-sembilan:

Jika sampai pada bacaan :

(صلاة يتصل بها روح المصلى عليه به)

yakni pada fashal ke- 3 hadirin tidak perlumenyertainya, tetapi hanya membaca:

اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى آله

*Ke-sepuluh:

Jika qori’ atau pembaca rawi sampai pada bacaan :

( (ولعل الله ينفع به المتكلم والسامع

hingga kalimat:

(ويتروحان في ذالك النعيم)

yakni pada fashal ke-4 hendaknya hadirin tetap menyimak bacaan tersebut (tidak mengikuti atau menyertai bacaan tersebut); serta mengangkat dan menadahkan kedua tangan seraya mengucap “Aamin” kemudian diusapkan ke wajah.

*Ke-sebelas:

Jika sampai pada kalimat:

( والسنة الملائكة بالتبشير للعالمين تعج)

yakni pada fashal ke-7 seluruh hadirin bersama-sama membaca : (سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله اكبر) tiga (3) kali.

*Ke-duabelas:

Hadirin hendaknya berdiri pada saat mahallul qiyam dengan memenuhi etika kesopanan dan hati yang hudhur (mengingat Nabi shollallohu ‘alaihi wa shohbihi wa sallam; yakni mengingat sifat-sifat, perilakunya) dan Khusyu’ (tenang) anggota badan, serta hendaknya memohon doa sesuai hajat masing-masing, baik hajat dunia maupun hajat akhirat. Karena pada saat itu adalah sa’atul-ijabah (waktu dikabulkannya doa). Pada saat dalam prosesi mahallul qiyam (Asyroqol..) hendaknya ada yang menyelingi membaca :

الصلاة والسلام عليك ياسيدي يارسول الله/يا حبيب الله/ياسيد الكونين.

Terkadang setelah pembacaan qasidah (Asyraqol-kaunubtihaja…) dalam mahallul qiyam yaitu setelah para hadirin duduk kembali, dibacaan qasidah-qasidah karya Habib Ali al-Habsyi yang ada pada halaman belakang di dalam kitab maulid. Selanjutnya diselingi dengan ceramah atau nasihat secukupnya.

*Ke-tigabelas:

Dilanjutkan dengan membaca fashal atau rawi (narasi): “wahina baroza…” sampai pada fashal Walaqodittashofa.. (pembacaan fashal dibaca sampai khatam). Jika hendak meringkas bacaan fashal, maka hendaknya membaca bagian fashal yang menerangkan sifat-sifat Nabi shollallohu ‘alaihi wa shohbihi wa sallam, serta bagian yang menerangkan gambaran fisik Nabi shollallohu ‘alaihi wa shohbihi wa sallam, seperti fashal wa haitsu tasyarrofa dan tsumma innahuu…”. Jika pada bulan Rajab, maka hendaknya membaca fashal wa minasy syarofi… (halaman 42).

*Ke-empatbelas:

Pada fashal terakhir (“Walaqodittashofa..”), sesudah sampai bacaan:

واقرأ السلام على سيد الانام ,

Maka hadirin seluruhnya membaca kalimat:

السلام عليك ايها النبي ورحمة الله وبركاته

tiga (3) kali.

*Ke-limabelas:

Untuk menghidupkan suasana, di saat pergantian dari satu fashal ke fashal berikutnya bisa di selingi lantunan qasidah, agar hadirin lebih bersemangat. Misalnya qasidah “Allohu Alloohu…Robbi Faj’alnaa Minal Akhyaar…” (halaman 113 dalam kitab simthudduror), Ya Imaamarrusli…, Ya Sayyidarrusli Yaa Thoohir…(halaman 109 dalam kitab simthudduror), dan lain sebagainya.

*Ke-enambelas:

Jika sudah selesai pembacaan fashal yang terakhir (Walaqodittashofa..) sebelum berdoa, maka bisa diselingi bacaan qasidah, misalnya: “Ya Rosuulallooh Salaamun ‘Alaik…,Kullu Baitin Anta Saakinuhu…(halaman 101 dalam kitab kumpulan qasidah Anaasyiidus Shofaa ), Yaa Arhamarroohimin…, Yaa Sayyidassaadaat/ Yakaadu Min Syiddatin… (halaman 186 kitab maulid simthudduror cetakan tebal).

*Ke-tujuhbelas:

Selanjutnya membaca doa. Ketika berdoa hendaknya dimulai dengan kalimat bacaan berikut:

بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد فى الاولين، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد فى الآخرين، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد فى كل وقت وحين، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد فى الملإ الأعلى الى يوم الدين، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين.

Kemudian membaca doa maulid (halaman 56). Selesai doa, hadirin secara bersama-sama mengakhiri do’a dengan membaca:

سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين، ان الله وملائكته يصلون على النبي ياايها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما، اللهم صل وسلم عليه، صلى الله عليه وسلم، دعواهم فيها سبحان اللهم وتحيتهم فيها سلين، وسلام على المرسلين، وآخر دعواهم ان الحمد لله رب العالمين.

Kemudian imam majlis memimpin bacaan berikut ini, yang diikuti oleh jama’ah:

الصلاة والسلام عليك يا سيد المرسلين، الصلاة والسلام عليك يا خاتم النبيين، الصلاة والسلام عليك يا من ارسلك الله رحمة لعالمين، ورضي الله تعاى اصحاب رسول الله اجمعين، آمين.

Kemudian imam majlis menguraikan do’a al-Fatihah sebagai berikut:

(الفاتحة) ان الله يجمعنا وذرياتنا من التقين الثابتين على القدم القويم، وفي صحبة الرسول الكريم، ويدخلنا واياهم في حزب اهل الله المفلحين، ويمنّ بالشفاء واللطف لنا خاصة ولاخواننا المؤمنين عامّة، ويجعلنا من الراضين المرضيين المهدين .(ومن حضر هذا الجمع العظيم، يكتبه الله من الصالحين(× 3))، وان الله يحي القلوب بما احيا به قوب العارفين، ويكتبنا وذرياتنا اجمين في ديوان عباده المتقين، ويثبت قلوبنا والسنتنا على ذكره ومحبته، والى حضرة النبي صلى الله عليه وسلم الفاتحة...

Sesudah bacaan al-Fatihah, imam majlis berdoa sebagai berikut:

يامولانا يامجيب، ياحاضرا ليس يغيب، توسلنا اليك بالحبيب، تقضي حاجاتنا والمسلمين يا كريم(..... )[8]

اللهم ببركة اهل بيت رسول الله، اللهم ببركة الحبيب على الحبشى، انزل علينا وعلى اهل بيتنا وازواجنا وذرياتنا واصحابنا وجيراننا ومن احبنا والمسلمين، الطمأنينة والسكينة والوقار، ويجعلنا واياهم من عبادك الذين يحمدونك في كل شدة ورخاء، ويرزقنا واياهم حسن الخاتمة بخير ولطف وعافية وسلامة، يارب العالمين، سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين، تقبل الله منا ومنكم تقبل ياكريم

Tartib pembacaan maulid selesai dan biasanya dilanjutkan dengan istirahat.

=====================================================

Selesai disusun pada hari kamis, 21 Sya’ban 1419 H.

=====================================================

Sumber Rujukan

Al-Habsyi, Al-Habib Al-Imam Al-Quthb Ali bin Muhammad, Simthu ad-Durar Fi Akhbar Maulid Khairil basyar Wa Ma Lahu Min Akhlaqin wa Aushaf Wa Siyar, Solo.

Wawancara Penyusun dengan Habib Ali bin Alwi bin Ali Alhabsyi di Solo

VCD Pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW dari kitab Simthudduror karya al-Habib al-Imam al-‘Allamah Ali bin Muhammad al-Habsyi oleh Habib Anis bin Alwi bin Ali Alhabsyi bersama Habib Abdurrahman bin Abdulkadir Ba Surrah Bonus Majalah alKisah no. 08 tahun 2006

VCD Pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW dari kitab Simthudduror karya al-Habib al-Imam al-‘Allamah Ali bin Muhammad al-Habsyi oleh KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Sekumpul Martapura Kalimantan Selatan, bersama Habib Anis bin Alwi bin Ali Alhabsyi di Mushalla Ar-Raudhah, Sekumpul, Martapura Kalimantan Selatan.

Observasi pada sejumlah Majlis Maulid di Martapura Kalimantan Selatan, Kudus, Solo, Yogyakarta, Pekalongan dan sekitarnya.

Nama Lengkap :

Pendidikan :

Alamat :

Telepon/HP :



[1] Nama lengkap Luqman al-Hakim bin KH sanusi bin KH Yasin pengasuh PONPES Yasiniyyah Kauman Jekulo Kudus.

[2] Alumni madrasah Qudsiyyah Kauman Menara Kudus, yang sekarang masih nyantri di PP al-Munawwir krapyak Yogyakarta dan nyambi kuliah di jur. Tafsir Hadis fak.Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

[3] Ust. Halabi bin Tuan Guru Hamdi salah satu tokoh agama di Kalimantan Selatan yang sekarang mukim di Yogyakarta.

[4] Majlis ta’lim al-Roudloh Sekumpul, Martapura, Kalimantan Selatan.

[5] Di pondok pesantren yang di asuh oleh simbah kyai Umar.

[6] Kitab anasyidusshofa adalah sebuah kitab kumpulan qosidah yang di susun oleh ust. Umar Bunyamin Pekalongan sebagai ketua jam’iyyah simthudduror pekalongan yang di asuh serta di bimbing oleh yang mulia Habib Luthfi bin Ali bin Yahya.

[7] Kitab kumpulan qosidah ini di susun oleh Habib Syaikh bin AbdulQadir al-Segaf Solo

[8] Di isi memohon hajatnya masing-masing